Selasa, 07 Desember 2010

TAUHID


Tauhid
Secara bahasa Tauhid berarti meyakini sesuatu itu satu. Sedangkan menurut istilah tauhid berarti ilmu yang membahas tentang keyakinan keagamaan dengan dalil yang meyakinkan.
Manfaat belajar tauhid diantaranya adalah : 1) mengetahui Allah SWT dengan dalil pasti. 2) menetapkan apa yang wajib kepada Allah berupa sifat-sifat sempurna. 3) menyucikan Allah SWT dari sifat-sifat kekurangan. 4) membenarkan para utusan Allah.

Objek bahasan Tauhid
Objek bahasan ilmu tauhid disini adalah : 1). sifat pokok bagi Allah SWT (wajib, mustahil, jaiz), 2) barang mungkin (alam) sebagai bukti adanya pencipta, 3) keyakinan terhadap sam’iyat (perkara ghaib).

Penyusun ilmu tauhid
Orang yang pertama kali mengarang dan menyusun ilmu tauhid adalah dua imam, yaitu Imam Abu Hasan Ali Ibn Isma’il al Asy’ariy (lahir di Bashrah pada tahun 873 M dan wafat di Baghdad tahun 935 M) dan Abu Mansur al Maturidiy (lahir di Samarkand dan wafat tahun 944 M).
Hukum mempelajari ilmu tauhid adalah fardlu ‘ain atas setiap orang mukallaf laki-laki maupun perempuan walaupun hanya dengan dalil-dalil umum (global).

Hukum
Hukum adalah menetapkan suatu perkara kepada perkara lain atau meniadakan sesuatu dari sesuatu yang lain.
Hukum ada tiga macam, yaitu hukum syar’iy, hukum ‘adiy, hukum ‘aqliy.
Hukum syar’iy adalah kalam Allah SWT yang berhubungan dengan perbuatan seseorang dari segi taklif (hukum taklifiy) atau wadla’ (hukum wadla’).
Hukum syar’iy ada lima macam, yaitu: wajib, haram, mandub, makruh, mubah.
Hukum ‘adiy berarti menetapkan sesuatu kepada sesuatu yang lain atau meniadakan sesuatu dari sesuatu yang lain dengan cara berulang-ulang.
Hukum ‘aqliy adalah menetapkan sesuatu kepada sesuatu yang lain atau meniadakan sesuatu dari sesuatu yang lain tanpa diciptakan orang lain dan tidak perlu berulang-ulang.

Pembagian hukum ‘aqliy
Hukum ‘aqliy terbagi kepada tiga macam:
1. Wajib ‘aqliy, yaitu sesuatu yang akal tidak bisa menerima ketiadaan sesuatu itu.
Wajib ‘aqliy ada dua, yaitu 1) dlaruriy (bisa diterima akal secara otomatis/spontan), seperti benda menempati ruang dan waktu. 2) nadhariy (sesuatu yang bisa dimengerti akal setelah dipikirkan), seperti sifat qidam bagi Allah SWT.
2. Mustahil ‘aqliy, yaitu sesuatu yang tidak bisa diterima akal keberadaannya.
Mustahil ‘aqliy ada dua, yaitu 1) dlaruriy, seperti benda tidak menempati ruang dan waktu. 2) nadhariy, seperti adanya sekutu bagi Allah SWT
3. Jaiz ‘aqliy, yaitu sesuatu yang bisa diterima akal baik ketiadaan atau keberadaan sesuatu itu secara bergantian. Dalam arti sama antara kemungkinan ada atau tidak adanya sesuatu itu. Jaiz ‘aqliy ada dua, yaitu 1) dlaruriy, seperti gerakan atau diamnya sebuah benda. 2) nadhari, seperti batu berubah menjadi emas, tongkat berubah menjadi ular besar, semuanya dengan kekuasaan Allah SWT.

Alam adalah barang baru
Alam tercipta dari ajram (benda/materi) dan a’radl (berubah-ubah). A’radl seperti gerak, diam dan warna adalah baru karena selalu berubah-ubah. Ajram juga baru karena tidak bisa lepas dari a’radl. Maka alam adalah barang baru.

Shifat-shifat Allah SWT
Allah memiliki tiga sifat pokok, yaitu wajibah, mustahilah, jaiz.
Shifat wajibah adalah sifat yang harus dimiliki oleh Allah SWT yang berupa sifat kesempurnaan. Shifat wajibah ada 20, yaitu: Wujud, Qidam, Baqa’, Mukhalafah lil Hawadits, Qiyam bin Nafsi, Wahdaniyyah, Qudrah, Iradah, Ilmu, Hayah, Sama’, Bashar, Kalam, Qadiran, Muridan, Aliman, Hayyan, Sami’an, Bashiran, Mutakalliman.
Shifat mustahilah adalah sifat yang tidak boleh melekat pada Allah SWT karena berupa sifat kekurangan. Shifat mustahilah adalah kebalikan dari shifat wajibah sehingga juga ada 20, yaitu: ‘Adam, Huduts, Fana’, Mumatsalatuhu lil Hawadits, Ihtiyajuhu bi Mujidin, Ta’addud, ‘Ajz, Karahah, Jahl, Maut, Shamam, ‘Ama, Bakam, ‘Ajizan, Mukrahan, Jahilan, Mayyitan, Ashamma, A’ma, Abkam.
Jaiz adalah bentuk dari kehendak Allah SWT yang berupa kemungkinan yaitu kebolehan bagi Allah untuk berbuat atau tidak berbuat terhadap sesuatu yang mungkin. Tidak ada keharusan bagi Allah untuk berbuat atau tidak berbuat tetapi semuanya tergantung kehendak Allah SWT.

Pembagian shifat wajibah
Shifat wajibah yang 20 dibagi menjadi 4, yaitu: Nafsiyah, Salbiyah, Ma’ani dan Ma’nawiyah.
Nafsiyah adalah shifat yang menunjukkah eksistensi (keberadaan) Allah. Artinya tidak masuk akal adanya yang disifati tanpa adanya shifat nafsiyah. Shifat nafsiyah hanya satu yaitu Wujud.
Salbiyah adalah shifat yang merusak segala apa yang tidak layak bagi Allah SWT. Artinya sifat ini merupakan sifat yang sama sekali tidak dimiliki oleh makhluk-Nya. Shifat salbiyah ada 5, yaitu: Qidam, Baqa’, Mukhalafatuhu lil Hawadits, Qiyam bin Nafsi, Wahdaniyyah.
Ma’ani adalah shifat yang menetapi suatu hukum. Sifat ini dapat dirasakan pengaruhnya oleh makhluk. Sifat ma’ani ada 7, yaitu: Qudrah, Iradah, Ilmu, Hayat, Sama’, Bashar, Kalam.
Ma’nawiyah adalah shifat yang melekat pada shifat Ma’ani. Allah SWT memiliki sifat kuasa (qudrah), maka Allah adalah Yang Maha Kuasa (qadiran). Shifat ma’nawiyah ada 7, yaitu: Qadiran, Muridan, Aliman, Hayyan, Sami’an, Bashiran, Mutakalliman.

Wujud
Wujud artinya ada. Maksudnya Allah ada dengan wujud nyata tanpa keraguan. Firman Allah SWT dalam surat Yunus ayat 3:
•                                 
3. Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?

Surat Al A’raf ayat 54:
                •                  
54. Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy[548]. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam.

[548] Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.

Loginya adalah alam ini baru dan setiap yang baru butuh adanya pencipta. Pencipta alam adalah Allah SWT.

Qidam
Qidam termasuk shifat salbiyah yang merusak atau meniadakan permulaan wujud. Qidam berarti dahulu. Artinya Allah SWT ada terdahulu tetapi tidak ada permulaannya. Firman Allah SWT dalam surat Al Hadid ayat 3:
 •         
3. Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin[1452]; dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.

[1452] Yang dimaksud dengan: yang Awal ialah, yang telah ada sebelum segala sesuatu ada, yang akhir ialah yang tetap ada setelah segala sesuatu musnah, yang Zhahir ialah, yang nyata adanya karena banyak bukti- buktinya dan yang Bathin ialah yang tak dapat digambarkan hikmat zat-Nya oleh akal.

Loginya adalah kalau Allah tidak bersifat qidam (dahulu) berarti Allah bersifat hadits (baru). Kalau baru berarti butuh pencipta dan penciptanya juga butuh pencipta, begitu seterusnya. Bila seperti itu berarti terjadi tasalsul (mata rantai yang yang berujung) atau daur (saling menciptakan). Tasalsul dan daur mustahil terjadi. Berarti Allah qidam (terdahulu tanpa permulaan).

Baqa’
Baqa’ artinya kekal. Baqa’ termasuk sifat salbiyah yang meniadakan sifat kebinasaan. Artinya keberadaan-Nya terus menerus tidak ada akhir. Firman Allah SWT surat Al Qashash ayat 88:
    •                  
88. janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.

Logikanya adalah kalau Allah tidak baqa’ berarti suatu saat akan binasa. Kalau binasa berarti menerima ketiadaan dan berarti baru, sedangkan Allah bersifat qidam. Bila bersifat qidam berarti mustahil tidak ada. Oleh karenanya mustahil Allah binasa.

Mukhalafah lil Hawadits
Mukhalafah lil Hawadits artinya berbeda dengan makhluk. Mukhalafah lil Hawadits termasuk sifat salbiyah karena merusak sifat kesamaan dengan makhluk dalam dzat, shifat dan af’alnya. Firman Allah SWT surat As Syura ayat 11:
                       
11. (dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat.

Logikanya adalah kalau Allah tidak berbeda dengan makhluk berarti sama dengan makhluk dan tidak mungkin pencipta sam dengan hasil ciptaannya.

Qiyam bin Nafsi
Artinya berdiri sendiri. Qiyam bin Nafsi termasuk sifat salbiyah yang berarti meniadakan ketergantungan kepada yang lain. Artinya Allah tidak butuh kepada sesuatu sebagai sandaran dalam keberadaanya. Loginya, kalau keberadaannya butuh kepada sesuatu selain dirinya berarti baru sama dengan makhluk yang lain, dan itu mustahil. Firman Allah SWT surat Al Ankabut ayat 6:
      •     
6. dan Barangsiapa yang berjihad, Maka Sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.

Wahdaniyyat
Artinya Esa. Wahdaniyyat termasuk sifat salbiyah karena meniadakan jumlah. Maknanya adalah Allah SWT Esa tidak berbilangan dalam dzat, shifat dan af’alnya. Logikanya, kalau tidak Esa berarti berbilangan dan apabila Tuhan berbilangan memungkinkan terjadinya pertentangan atau kesepakatan antar Tuhan. Apabila terjadi kesepakatan berarti nampak kelemahannya dan jika berselisih maka akan terjadi adu kekuatan. Demikian ini mustahil adanya. Berarti Allah Esa tidak ada sekutu bagi-Nya. Firman Allah surat Al Anbiya’ ayat 22:
              
22. Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah Rusak binasa. Maka Maha suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.


Qudrah
Qudrah artinya mampu atau kuasa. Dengan adanya sifat qudrah maka bisa mengadakan barang mungkin atau meniadakannya sesuai kehendak-Nya. Sebagai bukti adalah adanya alam ini. Logikanya, kalau tidak bersifat kuasa tentu bersifat sebaliknya yaitu lemah. Kalau lemah niscaya tidak akn mampu membuat alam ini. Ternyata alam ini ada, berarti Allah mampu membuatnya. Dia sendiri untuk mengadakan atau meniadakan sesuatu. Firman Allah SWT surat Al Fathir ayat 44:
                                
44. dan Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka, sedangkan orang-orang itu adalah lebih besar kekuatannya dari mereka? dan tiada sesuatupun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.

Iradah
Iradah artinya berkehendak. Maksudnya Allah SWT bebas menentukan apa yang dikehendaki. Logikanya, apabila tidak berkehendak berarti terpaksa melakukan sesuatu atau tidak melakukannya. Kalau tidak punya kehendak sendiri tentu tidak tercipta alam seperti yang dikehendaki atau bahkan alam tidak tercipta sama sekali. Ternyata alam ada seperti yang dirasakan makhluk ini, berarti Allah berkehendak menciptakan dan menentukan sesuai kemauan sendiri. Firman Allah surat Yasin ayat 82:
          
82. Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia.

Ilmu
Artinya tahu. Allah tahu terhadap segala sesuatu tanpa didahului kesamaran, terbuka semua yang mesti diketahui. Logikanya, adanya alam ini yang tercipta dengan desain yang bagus dan tertata rapi sehingga serasi dan indah serta berjalan dengan tertip. Semua makhluk tidak dapat mengetahui hakekat alam ini yang sebenarnya, apalagi menciptakannya. Allah mengetahui semua komponen alam ini. Firman Allah SWT surat Al An’am ayat 59:
                                  
59. dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)"

Hayat
Artinya hidup. Maksudnya Allah SWT hidup tanpa harus bernafas seperti makhluk dan berdiri sendiri. Logikanya, sesuatu yang bersifat dengan qudrah dan iradah pasti hidup. Firman Allah SWT surat Al Baqarah ayat 255:
                                                          
255. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi[161] Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

[161] Kursi dalam ayat ini oleh sebagian mufassirin diartikan dengan ilmu Allah dan ada pula yang mengartikan dengan kekuasaan-Nya.

Sama’
Artinya mendengar. Maksudnya mendengar segala sesuatu secara keseluruhan tanpa harus menggunakan telinga seperti makhluk-Nya. Logikanya, kalau tidak bisa mendengar berarti tuli dan tidak akan mendengar do’a-do’a hamba-Nya. Allah menyuruh hamba-Nya untuk berdo’a, berarti Allah mendengar. Firman Allah SWT surat Thaha ayat 46:
        
46. Allah berfirman: "Janganlah kamu berdua khawatir, Sesungguhnya aku beserta kamu berdua, aku mendengar dan melihat".

Bashar
Artinya melihat. Maksudnya melihat secara keseluruhan tanpa ada kesamaran tanpa harus menggunakan bola mata seperti para makhluk. Logikanya, kalau tidak bisa melihat berarti buta sehingga tidak akan bisa melihat kegiatan makhluk-Nya. Hal itu jelas bertentangan dengan sifat ketuhanan. Tidak mungkin Allah buta. Firman Allah surat Asy Syura ayat 11:
                       
11. (dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat.

Kalam
Artinya bisa berbicara. Maksudnya Allah SWT berfirman tanpa huruf dan suara seperti layaknya manusia. Logikanya, manusia saja bisa berbicara, apalagi Allah sebagai pencipta bahasa itu sendiri. Dengan firman Allah, maka turunlah kitab dan hukum kepada manusia di zamannya masing-masing. Firman Allah surat An Nisa’ ayat 164:
               
164. dan (kami telah mengutus) Rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan Rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung[381].

[381] Allah berbicara langsung dengan Nabi Musa a.s. merupakan keistimewaan Nabi Musa a.s., dan karena Nabi Musa a.s. disebut: Kalimullah sedang Rasul-rasul yang lain mendapat wahyu dari Allah dengan perantaraan Jibril. dalam pada itu Nabi Muhammad s.a.w. pernah berbicara secara langsung dengan Allah pada malam hari di waktu mi'raj.

Qadiran
Artinya Yang Maha Kuasa. Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu. Dalilnya adalah dalil qudrah
Muridan
Artinya Yang Maha Berkehendak. Allah berkehendak terhadap segala sesuatu. Dalilnya adalah dalil iradah
Aliman
Artinya Yang Maha Tahu. Allah tahu terhadap segala sesuatu. Dalilnya adalah dalil ilmu
Hayyan
Artinya Yang Maha Hidup. Allah hidup tanpa permulaan dan terus menerus tanpa akhir. Dalilnya adalah dalil hayat
Sami’an
Artinya Yang Maha Mendengar. Allah mendengar terhadap segala sesuatu. Dalilnya adalah dalil sama’
Bashiran
Artinya Yang Maha Melihat. Allah melihat terhadap segala sesuatu. Dalilnya adalah dalil bashar
Mutakalliman
Artinya Yang Maha Berfirman. Allah bericara dengan cara pembicaraan yang tidak sama dengan pembicaraan makhluk. Dalilnya adalah dalil kalam.

Jaiz
Jaiz adalah hak prerogatif Allah untuk berbuat sesuatu atau tidak. Tidak ada kewajiban bagi Allah untuk menciptakan sesuatu atau membiarkannya tidak tercipta, semua terserah kehendak Allah. Firman Allah surat Ali Imran ayat 189:
                 
49. kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki,

Rasul, Nabi dan Wali
Rasul adalah seorang laki-laki merdeka yang menerima wahyu tentang syari’at dan diperintah untuk menyampaikan wahyu tersebut kepada umatnya. Firman Allah surat Al Maidah ayat 67:
                    ••  •      
67. Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia[430]. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.

[430] Maksudnya: tak seorangpun yang dapat membunuh Nabi Muhammad s.a.w.

Sedangkan nabi adalah seorang laki-laki merdeka yang menerima wahyu tentang syari’at dan diperintah untuk diamalkan sendiri. Jadi perbedaan antara rasul dan nabi adalah terletak pada wahyu yang diterima. Seorang rasul diperintah untuk menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada umat disamping mengamalkan sendiri sedangkan nabi hanya berkewajiban mengerjakannya sendiri.
Wali adalah orang mukmin yang taqwa kepada Allah SWT dan berpaling dari segala syahwat. Firman Allah SWT surat Al Anfal ayat 34 dan surat Yunus ayat 62:
                      
34. kenapa Allah tidak mengazab mereka Padahal mereka menghalangi orang untuk (mendatangi) Masjidilharam, dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya? orang-orang yang berhak menguasai(nya) hanyalah orang-orang yang bertakwa. tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
          
62. Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.



Keajaiban
Keajaiban yang diberikan oleh Allah kepada seseorang ada beberapa macam sesuai kapasitas yang bersangkutan. Keajaiban tersebut antara lain:
1. Mu’jizat
Sebuah keajaiban yang dimiliki oleh seorang rasul atau nabi
2. Irhash
Sebuah keajaiban yang dimiliki oleh seseorang ketika masih belum menjadi rasul atau nabi. Dengan kata lain irhash adalah keajaiban yang terlihat pada seorang calon rasul atau nabi
3. Karamah
Sebuah keajaiban yang tampak dari seorang waliyullah
4. Ma’unah
Sebuah keajaiban yang terlihat pada orang mukmin yang bertaqwa kepada Allah SWT
5. Istidraj/ihanah
Sebuah keajaiban yang tampak pada orang fasik atau kafir.

Jumlah rasul
Tidak ada kewajiban bagi seluruh umat untuk mengetahui jumlah rasul maupun nabi dengan jumlah tertentu karena tidak ada dalil kuat yang menyebutkan secara pasti. Tetapi yang diwajibkan adalah meyakini secara umum bahwa Allah SWT telah mengangkat banyak nabi dan rasul untuk kepentingan para umat, yang pertama adalah nabi Adam as. dan yang terakhir adalah nabi Muhammad SAW. Firman Allah SWT surat Al Mu’min ayat 78:
      •    •                        
78. dan Sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang Rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. tidak dapat bagi seorang Rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah; Maka apabila telah datang perintah Allah, diputuskan (semua perkara) dengan adil. dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

Para rasul yang disebut dalam Al Qur’an
Kita diwajibkan mengetahui para rasul yang telah disebutkan dalam Al Qur’an secara rinci sebanyak 25 orang, yaitu: Adam, Idris, Nuh, Hud, Shaleh, Ibrahim, Luth, Ismail, Ishaq, Ya’qub, Yusuf, Ayyub, Syu’aib, Musa, Harun, Dzul Kifli, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa’, Yunus, Zakariya, Yahya, Isa, Muhammad alaihimus salam.
Diantara 25 orang rasul tersebut ada 5 orang yang termasuk Ulul Azmi, yaitu orang yang memiliki tekat sangat kuat dan cobaan yang sangat berat. Mereka adalah Muhammad, Ibrahim, Musa, Isa dan Nuh alaihimus salam.

Hikmah diutusnya para rasul
• Hikmah diutusnya para rasul antara lain:
• Menunjukkan makhluk untuk mengetahui Khaliknya dan sifat-sifatnya
• Menjelaskan tata cara ibadah dan mu’amalah
• Memberi kabar gembira dengan adanya pahala dan surga bagi mereka yang taat
• Memberi peringatan dengan adanya siksa dan neraka bagi mereka yang ingkar dan maksiat
• Menjelaskan kebutuhan makhluk tentang urusan agama dan dunia
• Mengentas makhluk dari kesesatan dan kebodohan menuju jalan kebenaran dan hidayah

Firman Allah SWT surat An Nisa’ ayat 165:
     ••           
165. (mereka Kami utus) selaku Rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya Rasul-rasul itu. dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.






Selengkapnya...